Dalam sebuah kelas pelatihan bertajuk How to serve others, ketika saya melemparkan pertanyaan, “Ketika hidup ini tidak lepas dari yang namanya melayani atau dilayani, dari beberapa cara berfikir tentang service, mana yang Anda pilih, Take and Take, Take and Give, Give and Take?”. Sebagian audience mengangkat tangan ketika saya sebutkan pilihan nomor 2 (Take and Give), namun jumlahnya sangat sedikit, hanya 5 orang dari 30 orang audience.
Pertanyaan saya lanjutkan, “Bagaimana dengan yang ini, Give and Take?”, Hampir semua audience mengangkat tangan ketika saya menawarkan opsi ini. Menurut mereka, inilah yang paling Wise, dimana ketika telah memberikan sesuatu, maka secara wajar dan manusiawi kita bisa berharap dan mengambil sesuatu (take) sebagai bentuk imbalan dari apa yang telah kita berikan. Pada umumnya orang memahami ada 3 macam cara berfikir ini.
Saya terdiam sejenak sambil menyapu pandang ke semua audience, dan tanpa diduga, seorang audience mengangkat tangan dan mengatakan “Pak, saya tidak memilih ketiganya, tapi saya punya opsi lain, memilih GIVE and GIVE”. Berfikir di luar kebanyakan orang dan dengan berani mengatakan yang diyakini benar sudah hampir jarang saat ini. Namun, sang audience ini dengan suara lantang menyampaikannya dengan penuh rasa bahwa menurut dia, level berfikir paling tinggi adalah Give and Give. Inilah yang akan kita bahas pada pagi yang cerah ini, di bulan yang penuh barokah, dan inilah tulisan yang sedikit banyak terinspirasi dari peristiwa itu.
Jika kita perhatikan, kesuksesan seseorang dalam hal apa pun, ternyata bermuara pada satu kalimat, yaitu “How to Serve Other”. Kesuksesan seseorang dalam memberikan service terbaik kepada orang lain menjadi kunci keberhasilan baik dalam dunia bisnis maupun karir individu. Dalam dunia bisnis, tentu tidak kita pungkiri bahwa kekuatan sebuah bisnis saat ini, sangat ditopang oleh seberapa cerdas service yang diberikan. Teknologi sangat mudah ditiru, apalagi jika hanya tentang produk. Hari ini Anda mengklaim bahwa produk Anda paling mutakhir, besok atau lusa competitor sudah menciptakan duplikasinya, yang persis sama. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui berada di level mana cara berfikir kita.
Setidaknya terdapat 4 cara berfikir tentang bagaimana memberikan service kepada orang lain:
# Take and Take, Berfikir Level 1
Cara berfikir ini, melihat bahwa apa pun yang dilakukan adalah untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan. Cara berfikir seperti ini juga yang memungkinkan sebuah perusahaan untuk terus melakukan pengerukan sumber daya alam tanpa berfikir untuk mengembalikannya pada bentuk yang semula atau bahkan lebih dari yang diperoleh. Bahasa yang tepat untuk menggambarkan ini adalah dengan kata eksploitasi. Pengerukan kekayaan alam tanpa dibarengi dengan penanaman kembali adalah bentuk nyata dari cara berfikir Take and Take.
Dalam dunia kerja, cara berfikir ini tercermin dari karyawan yang selalu menuntut kepada perusahaan tanpa sedikitpun dibarengi dengan keinginan untuk berkontribusi lebih. Baginya, keberadaan sebuah perusahaan adalah tempat menimba sebanyak mungkin manfaat untuk keuntungan pribadi dengan kontribusi minimal. Dengan cara berfikir seperti ini, sudah dipastikan jika ada pada diri seorang karyawan, tentu akan menghambat perjalanan karirnya, dan jika ada pada jiwa pengusaha, sudah dipastikan perusahaan akan sangat buruk dimata customernya. Karena pada prinsipnya, bisnis adalah tentang menghadirkan manfaat untuk banyak orang.
# Take and Give, Level 2
Cara berfikir pada level ke-2 ini memandang bahwa, untuk memberikan sesuatu, haruslah diawali dengan mendapatkan sesuatu. Suatu contoh sederhana adalah ketika seorang karyawan hendak bepergian ke luar kota, kemudian diketahui bahwa tas yang dipakainya sudah tidak layak pakai, dan ketika ditanya oleh rekan perjalanan dinasnya, “Kenapa bawa tas seperti ini, ini kan sudah jelek sekali dan tidak layak pakai.” Sang karyawan tersebut kemudian menjawab “Kita pergi kan untuk urusan perusahaan, harusnya perusahaan memberikan budget ke kita untuk hal-hal seperti ini”, atau dengan bahasa yang lebih halus “Nanti kalo sudah gajian dari perusahaan ini, baru aku beli yang layak”. So, padahal hal tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri, masih saja mengharapkan bantuan (take) dari orang lain.
Cara berfikir seperti ini tidak akan membuat karir dan bisnis kita tumbuh. Tapi justru sebaliknya, seiring berjalannya waktu, kita ada ditinggalkan oleh customer/client. Karena, belum bekerja sudah minta kompensasi. Bahkan sebelum mendapatkan tawaran, dia sudah menghitung duluan imbalan yang layak diterima. Boleh saja, tapi kebanyakan akan il-feel duluan dengan mental karyawan atau pengusaha seperti ini.
Dampak lain dari cara berfikir seperti ini, seorang karyawan tidak akan menemukan potensi dan kinerja maksimalnya, karena ia tidak akan mewujudkan kinerja apa-apa sampai apa yang dia peroleh diawal sesuai dengan keinginannya, padahal keinginan manusia tidak terbatas dan akan terus meningkat. Pada akhirnya, orang semacam ini tidak akan pernah menemukan puncak karir maksimal yang sebenarnya dia bisa dapatkan.
# Give and Take, Level 3
Level berfikir ini barangkali yang banyak dipegang orang. Berfikir bahwa kita harus memberi sesuatu dulu baru kita memiliki kesempatan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Sebagai karyawan, kita berfikir bahwa, berikan yang terbaik dulu, baru setelah itu kita punya kesempatan untuk meminta hak. Dalih yang sering digunakan oleh orang yang berfikir pada level 3 adalah kata Realistis.
Banyak praktik bisnis yang diterapkan menganut cara ini. Melempar produk secara gratis yang kemudian ketika sudah dirasakan manfaatnya, perusahaan mulai menetapkan harga. Cara berfikir seperti ini selangkah lebih maju dari level 2. Namun, harus diingat, seseorang dengan cara berfikir seperti ini, ketika merasa sudah memberikan kontribusi kemudian mendapatkan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya (take), ia akan mengalami kekecewaan. Pada titik tertentu ia akan mengurangi kadar memberi karena takut dikecewakan. Semakin ia mengurangi kadar Give nya, semakin berkurang juga Take yang akan dia dapatkan. Sampai akhirnya dia tidak berkontribusi lagi, and take nothing.
# Give and Give, Level 4
Terdengar out of the box, cara berfikir ini memandang bahwa tugas kita adalah fokus kepada kontribusi dan memberikan hasil terbaik secara maksimal. Kebanyakan orang ketika pindah pekerjaan menginginkan pindah ke perusahaan yang sudah establish dan mature sehingga ia bisa menimba sebanyak mungkin ilmu dari sana. Namun, seorang professional dengan cara berfikir level 4 bersikap sebaliknya, ia justru mencari perusahaan yang benar-benar membutuhkan dia. Kemudian, berbagai perubahan terjadi sebagai dampak dari kehadirannya untuk berkontribusi. Dan sudah dapat dibayangkan, selanjutnya your income akan terkoreksi.
Cara berfikir ini adalah implementasi dari sebuah rute menuju perbaikan nasib, yaitu Ide → Tindakan → Kebiasaan → Karakter → Nasib. Dengan membiasakan diri untuk terus berupaya memberikan kontribusi yang terbaik kepada lingkungan sekitar, pada hakikatnya ini adalah upaya memberikan yang terbaik kepada diri sendiri. Karena tanpa diminta pun, apa yang kita berikan akan kembali kepada kita, bisa dalam bentuk yang sama atau pun dalam bentuk lain. Namun, sudah dipastikan kontribusi baik akan dikembalikan dalam bentuk yang lebih baik baik dari jumlah maupun nilainya. Ajaibnya, ada perasaan bahagia tersendiri ketika kita memberikan sesuatu kepada orang lain. Terlebih, kita mampu menaikkan level pemberian kita. So exciting.
Selamat melanjutkan aktifitas di pagi yang bersahabat di bulan yang penuh bekah. Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga kita menjadi priadi yang semakin bertaqwa.