Kapan terakhir kali kita diuji? Dan apa yang kita rasakan saat dan setelah menjalani ujian?
Dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendapatkan ujian. Paling tidak ujian kesabaran menghadapi berbagai keadaan di sekeliling kita. Dan apa yang kita rasakan setelah mendapatkan ujian dan berhasil melaluinya? I feel good atau rasa fulfillment yang kerap kita rasakan bukan? Keberhasilan melalui suatu tantangan kerap membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik atau naik kelas ke level berikutnya.
Dalam kehidupan professional, satu tahun ini kita benar-benar diuji. VUCA yang sebelumnya masih menjadi bayang-bayang bagi sebagian professional, menjadi sangat nyata dan gelombangnya begitu masif. Mengapa? Gelombang pandemi mempercepat VUCA dengan kecepatan yang sangat tidak kita duga sama sekali.
Sebagian besar naik kelas dan memetik buah manis dari ujian ini. Mereka menjadi professional yang lebih tahan uji dan tahan banting, lebih agile, dan lebih adaptif terhadap perubahan. Namun tak sedikit juga yang akhirnya justru malah terjun bebas, turun kelas ke jurang kenestapaan.
Persepsi tentang kelas ini bukan tentang aspek materil dan atribut professional (seperti jabatan, penghasilan atau fasilitas lainnya), tetapi lebih kepada aspek spiritual, kebermaknaan dalam hidup dan eksistensi diri. Atribut hanyalah sebuah efek dari meningkatnya profesionalisme kita.
Contoh yang paling sederhana misalnya, seorang manajer yang sebelumnya merasakan kehidupan yang luar biasa sejahtera dengan berbagai fasilitas yang diberikan oleh perusahaan, mendadak diuji dengan kinerja perusahaan yang menurun dan mengakibatkan perlu adanya efisiensi, penyesuaian compensation and benefit, serta fasilitas kantor lainnya, yang membuat sang manajer merasa harus hidup dalam kesederhanaan sebagai bentuk antisipasi terhadap kemungkinan terburuk yang bisa dialami. Secara materi mungkin ia mengurangi apa yang dia nikmati selama ini, akan tetapi dari sisi spiritual, orang ini sebenarnya naik kelas, dari mengutamakan sensasi menjadi esensi. Jika ini terus dilakukan, akan menjadi prinsip hidup yang membahagiakan.
Tidak sedikit pula para professional yang karena keadaan tersebut akhirnya menemukan passion yang sesungguhnya untuk membuat sebuah usaha secara mandiri, atau mempelajari kompetensi baru yang dengan hal tersebut justru membuat kinerjanya meningkat dan tentunya berdampak juga terhadap peningkatan kondisi finansialnya.
Sisi lain, ada juga yang akhirnya mengalami keterpurukan, berpandangan bahwa kondisi ini adalah suatu hukuman, bahkan kutukan. Namun kondisi tersebut tidak membuat ia belajar untuk lebih baik dan justru malah mengeluhkan keadaan serta tidak berbuat apa-apa, malah menjadikannya sebagai alasan untuk bertindak secara tidak professional dan tidak ethical.
Profesionalisme dan Kehormatan sebagai jati diri bukanlah sebagai pilihan, melainkan sebuah prinsip yang harus dipegang teguh agar kita bisa melalui saringan ini dan akhirnya bisa naik kelas ke level berikutnya, bukannya justru terpuruk ke dalam jurang kenestapaan karir.
Bagaimana cara nya agar kita tidak goyah memegang prinsip? Jawabannya adalah menguatkan kaki kita dengan fokus kepada tujuan dan area yang dapat kita kendalikan secara penuh. Kuasailah itu sehingga kita bisa menjadi pribadi yang penuh percaya diri untuk bisa melalui saringan ini. Profesionalisme dan kehormatan kita bukanlah diciptakan oleh keadaan, namun dua hal itulah yang dapat menciptakan lingkungan dan keadaan yang kita inginkan.
Ada lima area yang berada dalam keputusan dan kontrol kita yang harus dikuasai agar kita bisa melewati saringan ini:
1. Emosional
Sebagian besar perubahan dalam setiap aspek kehidupan kita, sangat dipengaruhi oleh kondisi emosional, tidak terkecuali dalam kehidupan profesional. Diakui atau tidak, segala yang kita lakukan saat ini pun, seringkali tentang keinginan untuk merubah perasaan. Bahkan kenyamanan dan kebahagiaan dalam bekerja adalah tentang perasaan/emosional yang ingin kita rasakan, terlepas dari apa pun faktor yang membawanya. Keputusan-keputusan yang dibuat pun, acapkali dipengaruhi oleh emotional spot dan hanya sebagian kecil menggunakan intellectual spot.
Penguasaan emosional menjadi sangat penting agar kita mampu mengendalikan diri dan tetap berada dalam area kontrol yang memberdayakan. Berbagai peristiwa atau keadaan yang terjadi di luar, tidak akan berpengaruh banyak jika kita mampu mengambil kontrol diri dan menjadi tuan atas perasaan/emosional kita.
Orang yang memiliki kontrol penuh terhadap aspek ini, akan tetap tenang dalam situasi apapun sehingga dia mampu dengan jernih untuk mengakses anugerah dan talenta-talenta dalam diri yang dapat digunakan untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan. Dia akan datang membawa solusi bukan semakin memperburuk keadaan. Karena mengakses sumber daya yang tepat, keputusan yang dibuat pun berada pada frekuensi yang tinggi dan memberdayakan.
Kemampuan kita dalam mengendalikan emosi kita, akan membuat kita, selain menjadi pribadi yang professional, tentunya juga terhormat karena kita mampu mengendalikan diri untuk tetap melakukan tindakan-tindakan etis. Emotional Quotient seringkali disebut memiliki 80% pengaruh terhadap kesuksesan kita menaiki anak tangga kehidupan.
2. Fisik
Area yang kedua ini pun sangat krusial. Coba kita renungkan sejenak. Saat banyak mimpi dan harapan yang mau kita capai, namun tubuh kita kurang semangat dan kurang bergairah, sudah pasti action plan yang kita buat hanya akan berakhir menjadi waiting list yang tak kunjung berakhir. Berbagai agenda kerja penting yang sudah dijadwalkan, semua akan terbengkalai manakala tubuh kita tidak dapat mendukung untuk melakukan itu.
Lebih ironis lagi, setelah kita berjuang dan bekerja keras untuk mencapai impian tersebut, dan berhasil meraihnya, turun dari tempat tidur pun kita tidak bisa karena tubuh sudah lemah dan sakit.
Penguasaan kontrol terhadap fisik mencakup tiga hal yaitu menjaga pola hidup (pola aktifitas), pola makan, dan pola tidur. Kuasailah tiga aspek ini, dan kita pun akan mempunyai kendaraan tangguh yang memungkinkan kita untuk menunjukan kinerja terbaik sebagai seorang professional.
Penting sekali bagi kita untuk memperhatikan apa yang kita makan. “Menggali kuburan kita dengan gigi sendiri”, ini adalah ungkapan yang cukup terkenal tentang pola makan yang bukannya membangun kesehatan fisik kita, justru malah membunuh kita. Jadikan makanan sebagai pengisi bahan bakar saja, bukan didasari atas keinginan semata.
3. Hubungan
Hubungan seringkali juga merupakan sebuah kunci untuk menaiki anak tangga kehidupan maupun karir. Capaian akademik seringkali hanya semacam sertifikat untuk membuka pintu gerbang perusahaan. Namun, setelah kita berada di dalam perusahaan, kesuksesan acapkali ditentukan oleh seberapa baik kita dikenal oleh orang-orang di sekitar kita.
Hubungan adalah kunci untuk membuka gerbang sumber daya apa pun yang kita butuhkan untuk mencapai goal-goal yang kita ingin capai. Bahkan cukuplah kita punya mimpi dan cari orang yang tepat untuk mencapainya niscaya akan terwujud. Kuncinya adalah jalin dan milikilah hubungan yang baik dengan siapa pun.
Penguasaan hubungan artinya kita mengambil peran aktif dalam membangun hubungan-hubungan konstruktif yang memberdayakan baik dalam hubungan dengan keluarga, rekan kerja, bisnis, masyarakat dan area lainnya. Alih-alih menjadi object dalam hubungan, kita harus berperan dan memiliki pengaruh yang kuat dalam menciptakan lingkungan kondusif untuk kemajuan bersama.
Setidaknya ada 3 area hubungan yang layak kita perhatikan dan terus ditata sepanjang hidup kita, yaitu, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan sesama, dan hubungan spiritual dengan Tuhan. Penguasaan area ini akan menjadikan kita memiliki akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan dalam setiap keadaan.
4. Keuangan
Penguasaan area yang satu ini acapkali menjadi fokus utama. Penguasaan keuangan adalah aspek yang hanya bisa dilakukan setelah kita berhasil mencapai titik tertentu. Karena, keuangan sesungguhnya adalah hanya sebagai akibat dari penguasaan aspek-aspek lainnya.
Penguasaan keuangan dimulai dari mentalitas berkelimpahan bukan mentalitas kekurangan. Mengapa, mentalitas berkelimpahan memandang bahwa Tuhan telah menyediakan apa pun yang dibutuhkan oleh manusia. Kita hanya berusaha mengaksesnya dengan mengerahkan sumber daya yang dibutuhkan.
Kata kunci pada aspek ini adalah bahwa uang bukanlah tujuan akhir dari kebahagiaan, melainkan hanya sebagai sarana yang memungkinkan kita untuk mewujudkannya. Ia bersifat netral bisa dibawa kearah positif dan negatif. Namun harus diingat bahwa uang adalah akibat bukan sebuah sebab, sehingga tugas kita adalah menjadikan sebab-sebab itu ada untuk mengaksesnya.
5. Waktu
Dari semua yang kita lakukan pada aspek sebelumnya, aspek ini adalah modal utama. Mengapa? Saat waktu kita sudah selesai, tugas kita sudah berakhir, tidak akan ada yang bisa kita lakukan.
Penguasaan aspek waktu bukanlah tentang mengatur waktu dengan berbagai agenda yang menyibukkan, melainkan mengkonversi waktu menjadi hasil-hasil yang mengarah kepada kehidupan yang bermakna. Seringkali waktu berlalu dikonversi dengan aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah. Ia menguap begitu saja, dan pada saat yang sama ada banyak hal yang mengantri untuk kita lakukan dalam mencapai tujuan.
Ada begitu banyak buku dan artikel tentang waktu dan bagaimana kita harus mengelolanya. Prinsip pengelolaan waktu adalah konversilah setiap detik waktu kita menjadi hasil-hasil besar yang akan mendorong hasil besar berikutnya. Hiduplah dalam batas waktu, artinya kita kerahkan apa pun yang kita miliki saat ini, setiap harinya, untuk mencapai hasil terbaik sehingga berdampak ke masa depan.
Itulah lima area yang berada dalam kontrol kita, untuk kita jadikan sebagai fondasi menghadapi berbagai situasi yang bisa berubah setiap saat. Lima aspek ini akan menjadi bekal dan penopang kaki-kaki kita untuk tetap berjalan secara professional dan penuh kehormatan.
Selamat berkarya dan salam hebat luar biasa!
Alhamdulillah artikel ini sangat terinspirasi sekali untuk diterapkan didunia nyata terutama di aplikasikan di keluarga saya semoga menjadi motivasi saya dan keluarga dan semoga Pak Lukman diberikan kesehatan supaya dapat terus menulis inpirasi inpirasi yg bermanfaat.
Pingback: Tiga Kriteria Kunci dalam Merekrut Karyawan Terbaik - Lukman Nul Hakim -