Mengapa HC Gagal Mentransformasi Kapabilitas Manjadi Performance?

HaiHC… rekrutmen seolah tak pernah mengenal kata lelah, terus-menerus mencari dan menarik para talent ke dalam perusahaan. Tidak hanya melalui portal penyedia informasi lowongan kerja melainkan sudah sampai menggunakan jasa head hunter. Tidak heran jika dalam studinya Deloitte menyebutkan bahwa rekrutmen merupakan fungsi HC yang paling banyak memakan biaya. Disebutkan bahwa biaya rekrutmen tiga kali lebih besar dari biaya training per karyawan per tahun.

Saat sudah masuk ke dalam perusahaan, ternyata karyawan hanya bertahan 3 bulan atau 6 bulan saja karena disebut tidak perform, sehingga tidak lulus masa probation. Apa sebabnya?

Terdapat tiga hal fundamental yang menyebabkan seseorang tidak mentransformasi kapabilitasnya menjadi performance padahal begitu meyakinkan pada saat proses rekrutmen. Berikut ulasannya.

#1 Tidak adanya Sistem yang Tepat

Sistem adalah jembatan pertama yang akan menghubungkan kapabilitas seseorang maupun organisasi dengan kinerja yang diharapkan. Sistem yang bagus didesain untuk menjadi media para talent dalam mengeksplorasi dan mengembangkan kompetensinya sampai berwujud menjadi kinerja.

Saat ini, di era disrupsi, sistem tidak lepas dari tool-set kekinian yang berwujud platform maupun aplikasi. Penggunaan platform-platform recruitment, learning, talent management, feedback system, bahkan kepersonaliaan sudah tidak bisa dihindari. SOP-SOP berwujud fisik kurang begitu diminati, proses pengurusan administrasi karyawan manual, penilaian kinerja yang usang sudah tidak dilirik. Departemen HC harus meninjau ulang sistem-sistem yang diterapkan di dalam perusahaan saat ini agar mampu menjawab tantangan tuntutan agile-nya. Sudah agile-kah HC Anda?

#2. Tidak adanya Kepemimpinan yang Sesuai

Jembatan kedua adalah leadership. Pemimpin yang mampu memberi jalan bagi para talent untuk tumbuh dan berkontribusi dalam perusahaan. Sistem saja tidaklah cukup, hanya akan menjadi tumpukan SOP yang tidak dijalankan, atau nice to have tanpa leader yang hebat. Leader yang dibutuhkan saat ini adalah Leader as a Coach. Mengapa? pendekatan secara personal dan khas kepada setiap individu adalah cara terbaik untuk menerbangkan talent. Bukan digeneralisir. Karena setiap orang memiliki purpose dan kapasitasnya masing-masing. Sehingga coaching akan lebih powerful dari pada program-program training di kelas.

#3. Tidak adanya Budaya yang Mampu Mendorong Karyawan untuk Perform

Sistem yang bagus dan leader yang hebat tidak akan lahir dari budaya perusahaan yang destruktif. Tantangannya adalah bagaimana membangun sebuah budaya yang konstruktif sehingga setiap talent dapat terwadahi untuk perform.

Philip Kotter dalam studinya selama 4 tahun terhadap 150 perusahaan menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki values dan menerapkannya secara konsisten menunjukkan bahwa mereka memiliki percepatan pendapatan 4 kali lipat, penciptaan lapangan kerja 7 kali lebih tinggi, harga saham tumbuh 12 kali lebih cepat, dan laba 750% lebih tinggi. Budaya akan berperan sebagai engine yang akan mencetak para talent menjadi future leader.

Jadi, sudahkah Anda membangun sistem, leader, dan budaya yang hebat untuk menarik talent dan menumbuhkan di dalamnya? Atau masih seru berburu talent tanpa kenal lelah? Ayo move on…

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *